GAUNG peringatan satu abad Soekarno seakan tak mau sirna. Seabrek
kegiatan yang dimulai menjelang kelahirannya, 6 Juni lalu, selalu marak.
Agenda acara paling bontot, pameran “Jumpa Bung Karno” di Gedung Pola,
Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, pun mendapat perhatian luar biasa dari
masyarakat. Ajang pamer benda peninggalan Bung Karno, yang berlangsung
hingga 15 September, itu disesaki pengunjung tak kurang dari 5.000 orang
setiap hari.
Pameran itu seakan menabalkan Bung Karno sebagai sosok yang tak lekang
dimakan waktu. Sampai-sampai, peranti tetek-bengek Bung Karno pun
dikeramatkan pengagum beratnya. Tak sedikit yang menyebutnya sebagai
pusaka. Termasuk “kasus tongkat komando Bung Karno” yang menyeret Lia
Aminuddin, tokoh Salamullah, ke pengadilan, Rabu pekan lalu.
Gara-gara melenyapkan tongkat Bung Karno itulah, Lia digugat Rudi
Fachrudin, yang mengklaim sebagai “ahli waris” si tongkat. Toh, banyak
kalangan menyangsikan bagaimana juntrungannya tongkat keramat itu
berpindah ke tangan Rudi. Apalagi, yang disebut tongkat komando Bung
Karno, menurut Enong Ismail, anggota tim inventaris pameran “Jumpa Bung
Karno”, ya, cuma satu.
Tongkat komando tersebut kini dipajang di lantai V Gedung Pola.
Sedangkan belasan lainnya yang disimpan di Istana Merdeka adalah tongkat
biasa, pemberian pimpinan negara sahabat, ketika Soekarno masih
menjabat presiden. Meski begitu, para pemegang tongkat komando Soekarno
banyak bermunculan. Mereka mengklaim sebagai tongkat asli, lengkap
dengan sejarah dan cerita kesaktiannya.
Koeshartadi, misalnya. Pengusaha asal Surabaya ini mengaku pernah
memiliki tongkat berjuluk Tunggul Drajat Ndaru Puspito -tonggak lurus
penopang bunga hasil perburuannya pada 1990. Wujudnya jauh berbeda
dibandingkan dengan tongkat milik Rudi. Tunggul memiliki badan dari
logam warna cokelat sepanjang 40 sentimeter. Pada bagian atas, warnanya
lebih muda ketimbang bawahannya.
Pemburu benda klenik itu mengklaim tongkat Tunggul-nya adalah yang asli.
“Sejarahnya paling jelas,” kata pengurus daerah Ikatan Pencak Silat
Indonesia Jawa Timur itu. Yang dimaksud sejarah oleh Koeshartadi rupanya
tak jauh dari dunia mistik yang sulit dicerna akal sehat.
Menurut Koes, si Tunggul adalah tongkat komando yang pernah dipegang
Mahapatih Majapahit, Gajah Mada. Asal-muasalnya, konon, dibuat Empu
Barada, pembuat keris yang tersohor di era Raja Airlangga, 10 abad
silam. Seterusnya, perjalanan sang tongkat kian musykil, yang tak ketemu
rujukannya dari ahli sejarah.
Koes yang demen ilmu kebatinan itu berkisah bahwa sang tongkat sempat
moksa -raib ke alam gaib- sebelum tiba-tiba muncul di Blitar, Jawa
Timur. Koes menjelajah sekujur tanah Jawa untuk mendapat pusaka Bung
Karno. Tapi, ia hanya ketemu satu barang, ya tongkat itu tadi.
Perjumpaan dengan si tongkat, kata Koes, lewat seorang warga Blitar yang
tak jelas asal-usulnya. Ia membelinya dengan harga jutaan rupiah. Meski
akhirnya, tongkat itu dilepas Koes, karena ia merasa tak berhak
memilikinya. Namun, Koes merahasiakan pembelinya dan bes- arnya “mas
kawin” pengganti tongkat.
Hikayat tongkat versi Romo Yoso, tokoh kasus Brigade X Malang yang
mengaku titisan Bung Karno, lebih aneh bin ajaib. Koleksi barang keramat
Soekarno milik Romo Yoso tak cuma tongkat. Selain tiga pucuk tongkat,
Romo Yoso juga mengaku punya burung Garuda Emas, pedang Kiai Sengkelad,
keris Nogo Sosro dan Setro Banyu, serta seabrek nama aneh yang disebut
Romo Yoso sebagai barang keramat Bung Karno.
Anehnya, semua barang tersebut didapat dari hasil pertapaan Romo Yoso di
gua-gua yang dianggap keramat. “Semua pusaka di Nusantara milik Bung
Karno sudah saya miliki,” kata Romo Yoso, yang berburu harta Soekarno
sejak 11 tahun silam.
Keberadaan tongkat dari antah berantah itu berlainan dengan kesaksian
Kanjeng Raden Haryo Tumenggung Hardjonagoro, ahli budaya senior Keraton
Surakartahadiningrat. Seingat Hardjonagoro, yang dikenal dekat dengan
Soekarno di awal 1960-an, tongkat koleksi Bung Karno jumlahnya sekitar
10. Bahan dasarnya dari kayu. “Ada yang dari cendana, gading, akar
bahar, dan dipadu dengan sungu,” kata abdi dalem keraton yang punya nama
asli Go Tik Swan itu.
Sayangnya, Hardjonagoro tak bersedia merinci wujud tongkat asli milik
Bung Karno itu. “Saya hanya mau mengatakan kepada Bu Megawati,” katanya.
Gusti Raden Ayu Koes Moertiyah, putri raja Surakarta Paku Buwono XII,
pun meragukan keaslian benda peninggalan Bung Karno yang beredar di
masyarakat. Anggota legislatif dari PDI Perjuangan itu menduga,
benda-benda milik tokoh terkenal seperti Soekarno hanya dijadikan
komoditas bisnis.
Seperti kejadian bulan lalu, ketika Gusti Mung, panggilan akrabnya,
kedatangan tamu bernama Salimi yang membawa sebilah keris. Menurut
penuturan Salimi kepada Gusti Mung, keris tersebut punya “garis kerabat”
dengan keris-keris Bung Karno. Salimi bermaksud menyerahkan keris itu
kepada Megawati Soekarnoputri lewat Gusti Mung.
Permintaan Salimi ini ditolak Gusti Mung. “Orang itu punya maksud tak
jujur,” katanya. Gusti Mung yakin, bila dituruti, ujung-ujungnya hanya
soal duit. Biasanya, masih kata Gusti Mung, mereka akan minta duit untuk
biaya selamatan yang besarnya jutaan rupiah.
Sebagai komoditas menggiurkan, di mata para pemburu, barang peninggalan
Soekarno tak ubahnya harta karun. Selain benda pusaka, Soekarno
disebut-sebut juga menyimpan dana revolusi berwujud emas lantakan dan
jutaan poundsterling di Union Bank of Switzerland (UBS), Swiss.
Tersebutlah Gunarjo dan Pujo Warno, para pemburu harta “warisan” itu.
Gunarjo, pendiri lembaga pendidikan Gama 81, Yogyakarta, konon
menghamburkan duit hingga Rp 4 milyar untuk mencairkan simpanan Soekarno
itu, dalam kurun 1988-1990. Pria asal Solo ini meyakini, aset atas nama
Mr. Soekarno di bank Swiss tersebut benar adanya. Dalam sertifikat UBS,
tertera berat emas lantakan Soekarno mencapai 72.000 ton. Tapi, harta
ini tak bisa dicairkan. “Mereka punya aturan main yang tidak bisa
ditembus,” katanya ketika itu.
Informasi emas simpanan Bung Karno itu juga menyeret Pujo Warno,
pengusaha semen asal Jakarta, untuk mengubernya. Emas versi Pujo Warno
jumlahnya “cuma” 4,5 ton. Toh, meski bertandang ke UBS, yang diyakini
sebagai tempat penyimpanan, Pujo pulang dengan tangan hampa.
Sultan Sulu Filipina, Maulana Jamalul Kiram III, pun terpedaya isu emas
lantakan Soekarno. Ia tergiur membeli sertifikat emas Soekarno di UBS,
yang dipegang Parman, warga Klaten, April tahun lalu. Duit Rp 7 juta
telah diserahkan kepada Parman, eh, ternyata, sertifikat itu palsu.
Bisa jadi, tongkat dan keris peninggalan Soekarno yang diributkan orang
adalah benda tiruan belaka. Guruh Soekarnoputra sendiri meyakini,
benda-benda peninggalan Soekarno tak ada yang tersebar di masyarakat.
“Kalaupun ada, harus jelas pembuktiannya,” kata bungsu lima bersaudara
dari istri Soekarno, Fatmawati, itu kepada Dewi Sri Utami dari Gatra.
Tampaknya, soal buru-memburu benda pusaka Soekarno itu, menurut Prof.
Dr. Simuh, lebih dilatari kepercayaan mistik. Dalam pengamatannya,
Soekarno tergolong figur yang tak bersih dari mistik. “Barang-barang
Soekarno itu representasi kepemimpinan gaya kerajaan, yang diyakini
berdaya magic,” kata pakar sinkretisme yang juga guru besar Fakultas
Syariah Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
sumber
0 komentar:
Posting Komentar